Halaman

Minggu, 21 Oktober 2012

10 Pantai Terindah di Indoensia

Wisata


Sebagai negara bahari, Indonesia kaya akan pantai - panti yang memiliki panorama yang indah. Walaupun 10 pantai terindah di Indonesia didominasi oleh pantai - pantai yang terletak di Bali, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat pantai - pantai di daerah lain yang selama ini belum terexplore sehingga tidak begitu dikenal oleh masyarakat  umum. Tripadvisor merupakan sebuah situs yang dijadikan referensi oleh banyak wisatawan dari seluruh penjuru dunia karena dianggap sebagai situs yang fair terhadap destinasi - destinasi wisata di seluruh dunia. Oleh karena itu, informasi yang terdapat pada Tripadvisor dianggap lebih valid dan bisa dijadikan  pedoman bagi para wisatawan untuk memutuskan mengunjungi suatu tempat wisata.
 
Berikut ini adalah daftar 10 pantai terindah di Indonesia menurut Tripadvisor:
 
1. PANTAI NUSA DUA - BALI
 
 
 
 
2. GILI TRAWANGAN - NUSA TENGGARA BARAT
 
 
 
 
3. NUSA LEMBONGAN - NUSA TENGGARA BARAT
 
 
 
 
4. PANTAI LOMBOK - NUSA TENGGARA BARAT
 
 
 
 
5. PANTAI BINTAN - RIAU
 
 
 
 
6. PANTAI AMED - BALI
 
 
 
 
7. PANTAI JIMBARAN - BALI
 
 
 
 
8. PANTAI CANGGU - BALI
 
 
 
 
9. PANTAI TANJUNGBENOA - BALI
 
 
 
 
10. PANTAI SEMINYAK - BALI
 

Sabtu, 20 Oktober 2012

Lembah Bunga Pegunungan Himalaya, India

Keindahan Valley of Flowers (wayfaring.info)

Keindahan Valley of Flowers (wayfaring.info)

Jauh di sisi barat Pegunungan Himalaya, terbentang sebuah lembah bagai kahyangan. Sesuai namanya, Valley of Flowers terbentang bagai karpet hijau penuh bunga. Menyihir para pendaki yang berusaha menaklukkan dataran tingginya.

Siapa pun yang mencoba menaklukkan puncak-puncak Pegunungan Himalaya pasti tercengang melihat sebuah lembah penuh bunga yang membentang tanpa batas. Bagi para pendaki pemberani ini, Valley of Flowers bagaikan surga. Membentang seluas 87 kilometer persegi dengan titik tertinggi 6.719 mdpl, lembah ini menjadi oase di tengah lelahnya pendakian.

Valley of Flowers merupakan taman nasional yang terletak di Provinsi Uttarakhand, India. Tepat bersebelahan dengan saudara kandungnya, Nanda Devi National Park di bagian timurnya. Dua taman nasional ini tergabung dalam Situs Warisan Dunia yang didaulat UNESCO pada tahun 2004.

Dulu wilayah ini hilang sama sekali dari peta. Dikelilingi gunung dan bebukitan, akses lembah ini tampak hanya diketahui beberapa fauna liar seperti Asiatic Black Bear, Snow Leopard, Brown Bear, dan Blue Sheep. Hingga akhirnya pada 1931 silam, seorang pendaki Inggris Frank S. Smythe menemukan lembah ini setelah sukses mencium puncak Gunung Kamet, salah satu bagian Pegunungan Himalaya.

Beruntunglah Smythe, karena ia menemukan lembah ini sedang menunjukkan wajah cantiknya. Ialah yang memberi lembah ini nama "Valley of Flowers", sesuai dengan judul bukunya yang ditulis kemudian. Buku itu menceritakan keindahan lembah yang terlindung dataran ganas Himalaya.

Selanjutnya pada 1939, seorang botanis dari Royal Botanic Gardens Edinburgh bernama Margaret Legge tiba di lembah ini untuk melakukan penelitian. Namun sayang, Legge terpeleset dan terperosok masuk ke dalam jurang. Jasadnya bersemayam di antara tebing-tebing tajam. Saudara kandungnya kemudian melakukan trekking ke lembah ini untuk membuatkan Legge sebuah memorial, yang masih terawat hingga sekarang.

Lembah ini menebarkan pesona terbaiknya antara bulan Juni dan Oktober. Di bulan-bulan itu, tak ada satu pun lahan di yang luput dari tumbuhnya bunga. Beberapa bunga endemik seperti Brahmakamal, Blue Poppy, dan Cobra Lily tersebar di banyak tempat. Bunga-bunga itu sering digunakan dalam beberapa upacara agama Hindu.

Sejauh mata memandang, yang tampak hanya lahan hijau penuh gradasi warna-warni: kuning, merah, oranye, jingga. Bunga-bunga ini tampak nyaman saja dihembus oleh dinginnya angin lembah Himalaya yang menusuk kulit. Sementara di atasnya, langit biru muda khas musim panas hanya tergubris putihnya awan. Tak ada suara apa pun selain gemerisik dedaunan.

Selain musim panas, lembah ini sama sekali tertutup aksesnya. Salju tebal seakan menutupi jalurnya dari pandangan. Kalaupun Anda tiba di lembah ini, tak akan ada secuil pun bunga mekar. Di saat-saat inilah Valley of Flowers menunjukkan wajah ganasnya.

Butuh perjuangan yang tak sedikit untuk mencapai tempat ini. Bandara terdekat adalah Dehradun yang terletak di Jolly Grant, 295 kilometer jauhnya. Dari Jolly Grant, Anda harus berkendara selama 11 jam menuju Joshimath, lalu 1 jam lagi menuju kota kecil Gobindghat. Sampai di Gobindghat, Anda harus melakukan trekking sepanjang 17 kilometer dengan jalur yang cukup terjal. Butuh waktu 4-8 jam untuk akhirnya tiba di Valley of Flowers.

Tapi jika sampai di sana, bersyukurlah, karena tak semua orang pernah melihat keindahan bak surga yang terhampar di depan mata.

Morfologi daerah aliran sungai

Air Sungai Hulu
Aliran sungai dari mata air sampai laut secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga daerah aliran sungai:
1. Sungai daerah hulu
Ciri Sungai daerah hulu adalah tingkat kedangkalan dan sempit, seringkali mengalir didarah lembah yang curam dan dalam. Tingkat kecuraman yang tinggi sering di jumpai air terjun. Daerah ini sering dijumpai dikawasan pegunungan, keadaan air memiliki tingkat kejernihan yang terjaga karena belum terpengaruh oleh zat-zat yang menyebabkankerusakan kualitas air.

2. Sungai daerah peralihan
Ciri-ciri daerah sungai peralihan adalah cukup dalam dan lebar, banyak dijumpai riam yang diselilingi oleh lubuk sungai. Pada kawasan ini kedangkalan dan air terjun masih dapat dijumpai.

3. Sungai daerah Hilir
Ciri sungai daerah hilir adalah dalam dan lebar, berarus tenang dan berkelok-kelok. aliran ini  ini biasa dikenal sebagai zona pertemuan aliran sungai dan laut.

Pengertian Sungai dan Jenis Sungai

Sungai
Pengertian Sungai dan Jenis Sungai. Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Sungai sering kita jumpai disekitar kita. Keberadaan sungai memiliki banyak manfaat bagi kehidupan alam disekitar kita. Air sungai mengalir dari hulu sampai hilir, aliran sungai biasanya berbatasan dengan dasar dan tebing disebelah kiri dan kanan. Awal sungai berada di pegunungan sebagai hulu dan berpenghujung di laut sebagai muara sungai.

Pengertian Sungai

Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain.

Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS).
Ditinjau dari konsep ekohidrologi pada kesepakatan dunia pada KTT Bumi (Earth Summit) di Johannesburg pada September 2002 sodetan sungai (river diversion) digolongkan sebagai pembangunan berkelanjutan.


Jenis sungai
Sungai menurut jumlah airnya dibedakan :
  1. sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.
  2. sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
  3. sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
  4. sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.
Sungai menurut genetiknya dibedakan :
  1. sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng
  2. sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen
  3. sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen
  4. sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan
  5. sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen.

Sungai Serayu

Berwisata di Sungai Serayu
Kali Serayu atau Sungai Serayu adalah salah satu obyek wisata alam di Jawa Tengah. Hulu sungai ini berada di Dataran Tinggi Dieng yang dikenal dengan nama mata air Tuk Bima Lukar atau mata air Bima Lukar. Sungai ini bermuara di Kabupaten Cilacap, di laut Samudra Hindia. 

Anak sungai Serayu yang besar adalah Kali Klawing, Sungai ini berhulu di Gunung Slamet. Sepanjang alirannya Sungai Serayu meleati enam kabupaten kabupatn Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Cilacap. Sungai Serayu juga dijadikan tema dalam lagu kerondong “Di Tepinya Sungai Serayu”.

Sungai serayu menjadi salah satu penghidupan Masyarakat. Keberadaan sungai tersebut menjadikan lahan-lahan disekitar lebah sungai serayu mnjadi lahan prtanian yang subur dan makmur. Air yang Jernih, Riam yang menantang di bagian hulu menjadikan Sungai ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata yang menarik. Dari Hulu sampai Hilir, Sungai serayu juga banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, Selain menyuburkan Sektor pertanian, Sungai Serayu juga menghasilkan bahan-bahan material, maka tidak heran jika kita menjumpai banyak penambang pasir dan batu di aliran sungai ini. 
Pnambangan di Sungai Serayu

Sungai Serayu yang Jernih di bagian Hulu sangat menarik untuk dikunjungi. Saya adalah salah satu anak yang ketika kecil dulu menjadi salah satu Bolang “Bocah petualang di sungai serayu”. Sering kali saya berenang bersama para sahabat pena saya di sungai serayu yang indah ini. Ada tempat-tempat tertentu yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama Kedung. Sebuah tempat aliran air yang dalam, tempat in dapat dimanfaatkan sebagai tempat berenang. Di pinggir sungai bangak dijumpai tebing-tebing yang tinggi sangat mengasikkan sebagai tempat untuk terjun lepas di atas permuakaan air yang tenang dan dalam. Aksi Ekstrim ini jangan di tiru ya, karena cukup berbahaya,, hehehem…

Rekreasi dan Berolahraga 

Rekreasi Arung Jeram di Sungai Serayu
Panorama yang indah, Tebing-tebing yang unik dan Ekstem menjadikan sungai ini terasa sangat istimewa. Dulu, di tempat ini kita bisa menyelusuri sungai serayu menggunakan Getek (kapal rakit dari bambu). Sekarang, seiring dengan perkembangan jaman, potensi Sungai Sungai Serayu juga dimanfaatkan sebagai tempat bermain Arung Jeram. Aliran sungai yang Ektrem dan unik ini menjadikan sungai serayu sebagai tempat berwisata Arung Jeram. Sungai Serayu juga pernah dijadikan sebagai Event Arung Jeram baik Nasinal sampai Internasional. Dengan keberadaan itulah, menjadikan sungai serayu sekarang menjadi sangat terkenal.

Tidak hanya bermain Arung Jeram, Lembah Sungai Serayu serayu juga dapat digunakan sebagai Area Wisata Out bound dan Camping. 

Festival Sungai Serayu
Grbeg Satu Suro Banyumasan
Festival Sungai Serayu yang menjadi Festival tahunan dekenal dengan nama Grebeg Suro. Tradisi Grebeg Suro yang masih di jalankan oleh masyarakat  Banyumas ini biasa dilaksanakan di bulan 1 Muharram, Istilah Jawa Banyumasannya adalah Siji Sura. Tradisi ini dilakukan dengan mengarunggan sebuag Gunungan yang berisikan hasil-hasil pertanian masyarakat penduduk sekitar seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. 

Event dan Pertunjukan
Perunjukan Wayang Kulit
Disungai serayu masih adalagi sebuah event yang sangat menarik. Di Festival ini kita dapat menonton perayaan lomba balap prahu, Permainan-permainan, festifal layang-layang dan prtunjukan lainnya. Acara Seni kebudayaan yang melekat bagi masyarakat sekitar penduduk Sungai Serayu adalah Pertunjukan Kuda Lumping, dan pertunjukan Wayang Kulit sampai semalam suntuk. Pertunjukan ini diterapkan dalam rangka mempromosikan Sungai Serayu sebagai tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.

Sungai Bengawan Solo

Bengawan Solo adalah sungai terpanjang yang mengalir di Pulau jawa. Sungai ini panjangnya sekitar 548,53 km dan mengaliri dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sungai terpanjang di Pulai Jawa ini memiliki dua hulu sungai yaitu dari daerah Pegunungan Gunung Kidul, Wonogiri dan Ponogo. Sungai yang memiliki banyak history ini bermuara di daerah Gresik. Arti nama "Bengawan" dalam bahasa Jawa berarti "sungai yang besar". Di masa lalu, sungai ini pernah dinamakan Wuluyu, Wulayu, dan Semanggi (dieja Semangy dalam naskah bahasa Belanda abad ke-17).

Bengawan Solo Purba
Aliran Bengawan Solo masa kini terbentuk kira-kira empat juta tahun yang lalu. Sebelumnya terdapat aliran sungai yang mengalir ke selatan, diduga dari hulu yang sama dengan sungai yang sekarang. Karena proses pengangkatan geologis akibat desakan lempeng Indo-Australia yang mendesak daratan Jawa, aliran sungai itu beralih ke utara. Pantai Sadeng di bagian tenggara Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai "muara" Bengawan Solo Purba. Bukti bekas aliran Sungai masih dapat kita jumpai sampai sekarang. Kondisi bekas sungai yang ketika dulu mengalir ke arah pantai selatan sekarang kondisinya mengering menjadi bebatuan kapur dan karang-karang kering.

Pada zaman dahulu, di skitar sungai bengawan solo adalah tempat berdomisili para manusia purba. Bukti sejarah yang dapat membuktikan hal demikian adalah banyak ditemukannya fosil-fosil manusia purba di Desa Trinil sekitar 11 km dari Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Fosil yang ditemukan ditempat tersebut kemudian diberi nama Phitecantropus erectus, yang ditemukan olh seorang peneliti asal Belanda tahun 1891. Bukti lain dengan adanya manusia Purba di sekitar sungai dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil lain seperti Megantropus Paleojavanicus dan Homo Solonsis. Dengan ditmukan fosil-fosil tersebut membuktikan bahwasannya Sumgai bengawan tempo dulu adalah salah satu sumber kehidupan bagi mahluk hidup yang berada disekitar sungai dari ribuan tahun lalu sampai sekarang.

Sejarah Sungai Bengawan dan Joko Tingkir
Dalam buku sejarah, tertulis cerita masalalu dengan kisah Joko Tingkir, pendiri dan raha pertama Kesultanan Pajang tahun 1549-1582 dengan gelar Sultan Hadiwijaya, saat brtarung dengan buaya. Mnurut cerita yang berkembang, jaman dulu Joko Tingkir pernah menyusuri sungai Sungai Bengawan Solo ketika melakukan perjalanan dari majasta (Kabupaten Sukoharjo) menuju desa gerompol di leng bukit prawata, tempat ini berada disebelah timur Kerajaan Demak. Dalam perjalanan kesana Joko tinggir menyusuri sungai dengai menggunakan perahu bambu. Diatas perrahu itu, Joko Tingkir diserang puluhan buaya besa yang hendak memakannya. Joko tingkir melawan hingga akhirnya mengalahkan buaya-buaya itu. Setelah kalah, anehnya buaya-buaya itu justru membantu Joko Tingkir dalam pejalannya dengan cara mendorong perahu bambu yang ditungganginya.

Selain sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar, Sungai Bengawan juga dimanfaatkan sebagai Tempat tujuan Wisata. Keindahan Pemandangan alam menjadi daya tarik bagi paa pelancong untuk menyelusurinya. Pohon besar yang hidup di tepi, tebing yang menjorok ketengah sungai dan hamparan kebun dan sawah yang hijau dipinggi sungai, menjadi ciri khas di Sungai Bengawan Solo. 

Selain pemandangan yang indah, di kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegaro pelancong juga dapat menjumpai sebuah bangkai kapal kuno yang tenggelam di sungai ini, kapal ini tenggelam diperkirakan 300 tahun yang lalu. Kapal dengan panjang 40 meter dan lebar 8 meter ini konon adalah milik seorang sodagar Cina yang tengggelam ketika berlayar menuju Ngawi.

Tradisi di Sungai Bengawan Solo
Tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Solo sampai sekarang adalah tradisi Larung Getek Joko Tingkir. Tradisi ini digunakan untuk mengenang Joko Tingkir jaman dahulu yang dengan keperkasaannya mengarungi Sungai Bengawan. Selain itu, tradisi itu juga dilaksanakan dengan tujuan mempromosikan Sungai Bengawan sebagai tempat tujuan wisata. Tradisi tahunan ini biasanya dilakukan di bulan Januari, bersamaan dengan perayaan tahun baru. 
Sungai Bengawan dan Perahu Bambu

Fasilitas dan Akomodasi
Di Sungai Bengawan Solo Kita dapat menyewa perahu, biaya perswaan relatif tergantung jauh dekat perjalanan perahu. Di area wisata ini terdapat juga bermacam fasilitas yang cukup memadai seperti mushola, tempat bersantai, persewaan pemancingan, persewaan tikar , tempat bermain, dan sarana hiburan lainnya.

The Nile River

The Nile River

by Marie Parsons

The Nile is the longest river in the world, stretching north for approximately 4,000 miles from East Africa to the Mediterranean. Studies have shown that the River (Iteru, meaning, simply, River, as the Egyptians called it) gradually changed its location and size over millions of years. The Nile flows from the mountains in the south to the Mediterranean in the north. Egyptians traveling to other lands would comment on the "wrong" flow of other rivers. For example, a text of Tuthmosis I in Nubia describes the great Euphrates river as the "inverted water that goes downstream in going upstream."

Three rivers flowed into the Nile from the south and thus served as its sources: the Blue Nile, the White Nile and the Arbara. Within the southern section between Aswan and Khartoum, land which was called Nubia, the River passes through formations of hard igneous rock, resulting in a series of rapids, or cataracts, which form a natural boundary to the south. Between the first and second cataracts lay Lower Nubia, and between the second and sixth cataracts lay upper Nubia.

Along most of its length through Egypt, the Nile has scoured a deep, wide gorge in the desert plateau. At Aswan North of the first cataract the Nile is deeper and its surface smoother. Downstream from Aswan the Nile flows northerly to Armant before taking a sharp bend, called the Qena. From Armant to Hu, the River extends about 180 kilometers and divides the narrow southern valley from the wider northern valley.

Southern Egypt, thus being upstream, is called Upper Egypt, and northern Egypt, being downstream and the Delta, is called Lower Egypt. In addition to the Valley and the Delta, the Nile also divided Egypt into the Eastern and Western Deserts.
The Nile is the longest river in the world

The Nile Valley is a canyon running 660 miles long with a floodplain occupying 4,250 square miles. The Delta spans some 8,500 square miles and is fringed in its coastal regions by lagoons, wetlands, lakes and sand dunes.

The Nile Valley is a canyon running 660 miles long with a floodplain occupying 4,250 square miles The Delta represented 63 percent of the inhabited area of Egypt, extending about 200 kilometers from south to north and roughly 400 kilometers from east to west. While today the Nile flows through the Delta in only two principal branches, the Damietta and the Rosetta, in ancient times there were three principal channels, known as the water of Pre, the water of Ptah and the water of Amun. In classical orGraeco-Roman times, these were called the Pelusiac, the Sebennytic, and the Canopic branches. There were additionally subsidiary branches or artificially cut channels.

The most dominant features of the Delta as the sandy mounds of clay and silt that appear as islands rising 1-12 meters above the surrounding area. Since these mounds would not be submerged by the inundation, they were ideal sites for Predynastic and Early Dynastic settlements, and indeed evidence of human habitation have been found. Perhaps these mounds rising above the water table inspired the ancient belief of creation as having begun on a mound of earth that emerged from the primordial waters of Nun (Pyramid Text 600).

There were several major oases of the Western desert, which comprised about 2/3 of Egypt: the Fayoum, where during the Middle Kingdom period the capital of all Egypt was situated, and which increasingly became one of the most densely populated and agriculturally productive area in Egypt, the Bahriya, where many sarcophagi of the Graeco-Roman period have been found, the so-calledGolden MummiesKharga and Dakhla, which were known for their excellent wines, and Siwa, whose Oracle of Amun was consulted byAlexander the Great to demonstrate that he was the true successor to the kingship of Egypt. The Nile River

The Eastern Desert was exploited in Pharaonic times for its rich minerals.

The mere mention of the name of the Nile evokes for modern man images of Pyramids, great temples, fantastic tales of mummies, and wondrous treasures. But the Nile represents life itself to the people of Egypt, ancient and modern. In fact, for thousands of years, the River has made life possible for hundreds of thousands of people and animals, and has shaped the culture we today are only beginning to truly understand.

The god Hapy was earlier mentioned as being the personification of the floods and ensuing fertility. The River filled all areas of life with symbolism. In religion, for example, the creator sun-god Ra (Re) was believed to be ferried across the sky daily in a boat (compare that to the Greeks and Romans whose non-creator sun-god rode across the sky in a chariot driven by fiery horses, and Hymns to Hapy (Hapi), the deity personifying the Nile, praise his bounty and offerings were left to him, and the creation myths, as mentioned earlier, revolve around the primordial mound rising from the floodwaters surrounding it; in ritual where Nile creatures such as the hippopotamus, whose shape the goddess Tawaret took, or the crocodile, called Sobek, or Heket (Heqet), the frog, deities deemed powerful in the processes of childbirth and fertility, were revered, in writing, where floral signs such as the lotus and papyrus figured prominently, in architecture, where the very structure of temples emulated the mounds of the Nile and its waves, from the bottom to the top of capital columns and the trim on walls, and in travel, where models of boats have been found dating from the fifth millennium BCE.

The god Hapy was earlier mentioned as being the personification of the floods and ensuing fertility. Two Hymns to the Nile, one probably composed in the Middle Kingdom, the second written later in the Ramesside period, praise Hapy and the river for its renewed life for Egypt.

"Hail to you Hapy, Sprung from earth, Come to nourish Egypt…Food provider, bounty maker, Who creates all that is good!…Conqueror of the Two Lands, He fills the stores, Makes bulge the barns, Gives bounty to the poor." (from the Middle Kingdom hymn as translated by Lichtheim)

From the earliest times, the waters of the Nile, swollen by monsoon rains in Ethiopia, flooded over the surrounding valley every year between June and September of the modern calendar. A nilometer was used to measure the height of the Nile in ancient times. It usually consisted of a series of steps against which the increasing height of the Inundation, as well as the general level of the river, could be measured. Records of the maximum height were kept. Surviving nilometers exist connected with the temples at Philae, on the Nubian Egyptian border, Edfu, Esna, Kom Ombo, and Dendera, as well as the best-known nilometer on the island of Elephantine at Aswan.

The ancient Egyptian calendar, made up of twelve months of 30 days each, was divided into three seasons, based upon the cycles of the Nile. The three seasons were: akhet, Inundation, peret, the growing season, and shemu, the drought or harvest season. During the season of the Inundation, layers of fertile soil were annually deposited on the flood-plain. Chemical analysis has shown how fertile the Nile mud is. It contains about 0.1 percent of combined nitrogen, 0.2 percent of phosphorus anhydrides and 0.6 percent of potassium.

Since most of the Egyptian people worked as farmers, when the Nile was at its highest and they could not plant, they were drafted by corvee into labor projects such as building Pyramids, repairing temples and other monuments and working on the king’s tomb.

Herodotus, the great Greek philosopher, wrote of the Nile: "the river rises of itself, waters the fields, and then sinks back again; thereupon each man sows his field and waits for the harvest." The great historian also called Egypt the gift of the Nile. This description would lead the casual reader to imagine Egypt as being a great paradise where the people simply sat and waited for the sowing and harvesting to need be done. But the ancient Egyptians knew better. Too high a flood from their river, and villages would be destroyed; too low a flood, and the land would turn to dust and bring famine. Indeed, one flood in five was either too low or too high. The great historian also called Egypt the gift of the Nile

The rock inscription called the Famine Stela, dated in its present form from the Ptolemaic period, recounts an incident, (whether real or fictitious is not currently known for certain), from the period of King Djoser of the 3rd Dynasty. The King writes to a governor in the south, describing himself as disheartened over the country’s seven-year famine. The King learns from a priest of Imhotep that if gifts are given to the temple of Khnum, the creator-god of the region, who it was believed had control over the Nile and its flooding, then the famine would be ended.

"I was in mourning on my throne, Those of the palace were in grief….because Hapy had failed to come in time. In a period of seven years, Grain was scant, Kernels were dried up…Every man robbed his twin…Children cried…The hearts of the old were needy…Temples were shut, Shrines covered with dust, Everyone was in distress….I consulted one of the staff of the Ibis, the Chief lector-priest of Imhotep, son of Ptah South-of-the-Wall….He departed, he returned to me quickly, He let me know the flow of Hapy…Learn the names of the gods and goddesses of the temple of Khnum: Satis, Anukis, Hapy, Shu, Geb, Nut, Osiris, Horus, Isis, Nepththys…As I slept in peace the god stood before me, I propitiated him by adoring him and praying to him. He revealed himself to me with kindly face and said: I am Khnum, your maker! My arms are around you…For I am the maker who makes, I am he who made himself, Exalted Nun, who first came forth, Hapy who hurries at will…I shall make Hapy gush for you, No year of lack or want anywhere, Plants will grow weighed by their fruit…Gone will be the hunger years…Egypt’s people wil come striding…Hearts will be happier than ever before….I made this decree on behalf of my father Khnum…In return for what you had done for me…all tenants who cultivate the fields…their harvests shall be taken to your granary…All fishermen, all hunters…I extract from them one tenth of the take of all these…One shall give the branded animals for all burnt offerings and daily sacrifices, and one shall give one-tenth of gold, ivory, ebony, ochre, carob wood, carnelian, all kinds of timber…" (as translated by Lichtheim)

Many modern travelers to Egypt today take a Nile cruise as part of their package. And why not? For to see the land as its people do, one must journey on the river. A felucca is often the water vehicle of choice.

A typical Felucca on the Nile
A typical Felucca on the Nile

The Nile flowed from south to north at an average speed of about four knots during inundation season. The water level was on average about 25-33 feet deep and navigation was fast. That made a river voyage from Thebes (modern Luxor) north to Memphis (near modern Cairo) lasting approximately two weeks. During the dryer season when the water level was lower, and speed slower, the same trip would last about two months. At the great bend near Qena, the Nile would flow from west to east and then back from east to west, slowing down travel. No sailing was done at night because of the danger of running aground on one of the many sandbank and low islands.

When one cruises on the Nile, one might pass by the ancient and significant sites of Karnak itself, Luxor, on the other side of the river from Karnak, Dendera, with its grand temple to the goddess Hathor, Abydos, with its marvelous temple built by Seti I as well as being the site of Earlier Dynastic tombs, Esna, with its temple to the potter and creator-god Khnum, lord of the region who was credited as having the power over the river and its richness, Edfu, with its temple to Horus, Kom Ombo, with its double temple to Sobek and a form of Horus called Haroeris, and Aswan itself, with its mighty modern dam. Truly, the Nile is the Heart of the ancient and modern land of Egypt.

Sources:
From the Dictionary of Ancient Egypt by Ian Shaw and Paul Nicholson
From Egypt and the Egyptians by Doug Brewer and Emily Teeter
From Ancient Egypt edited by David Silverman
From Life in Ancient Egypt by Eugen Strouhal
From Ancient Egypt Uncovered by Vivian Davies and Renee Friedman
Ancient Egyptian Literature, Vols. I and III, by Miriam Lichtheim